PERSPEKTIF PENDAKI GUNUNG
“Mendaki gunung”, beberapa tahun belakangan peminat kegiatan ini semakin bertambah, sebut aja mereka Pendaki Gunung entah mereka pendaki senior, pendaki junior, pendaki karbitan, pendaki newbie, pendaki nyampah, atau pendaki alay, pendaki vandal mereka tetaplah pendaki gunung yang akan mendaki gunung-gunung dengan tujuannya masing-masing... yah kembali ke hakikat dan tujuan mereka masing-masing.
Dan dalam sebuah kehidupan, pasti ada Pro Dan Kontra, ada yang suka dan ada yang anti (nggak suka).
Bahkan banyak pula yang anti ama kegiatan yang cukup ekstrim ini... dan bagi si anti ini mereka akan banyak bertanya kenapa suka mendaki gunung, dan bla bla bla hingga ladang gandum berubah menjadi chococrunch...
Banyak yang harus dikorbankan untuk sebuah pendakian... materi, fisik, waktu, nyawa mungkin (resiko terburuk di gunung). Tapi untuk yang terakhir gue kurang setuju, jangan mau mati di gunung... selama kita memanajemen sebuah pendakian dengan baik, menaati adat yang berlaku, menaati tanda-tanda alam, dan juga tetap mengingat pencipta kita, Insya’Allah hal terburuk itu nggak akan terjadi.
Tapi untuk si Anti ini mereka tetaplah orang yang nggak akan suka dengan kegiatan ini, karena mereka belum mencoba... mereka nggak mau mencoba... dan mereka memang anti...
Kebanyakan minum ANTIMO sih...
Pasti kalian pendaki gunung akan punya tipe teman,pacar,ortu atau siapapun yang banyak nanya soal kegiatan ini, banyak yang nyiyirin juga kegiatan ini dengan persepsi dan perspektif mereka sendiri, nggak jarang pula banyak yang anti...ya itu tadi kebanyakan ANTIMO...
Jadi untuk sebuah pertanyaan, dan pertanyaan... kami “Pendaki Gunung” akan slalu mempunyai jawaban dari cara perspektif kami sendiri. Meskipun buat ngegambarin sesuatu dibutuhkan penilaian nggak Cuma dari satu orang.
Beberapa pertanyaan atau perspektif dari mereka-mereka :
1. PENDAKI GUNUNG HIDUPNYA NGGAK JELAS??
Mmmm... memang kelihatan begitu ya? Kalo masalah jelas kagak jelas tergantung masing-masing personal. Gue punya kawan yang berbeda-beda, ada yang setiap minggunya menebarkan racun buat nanjak ke gunung, ada juga yang fokus dengan pendidikan dan pekerjaaannya, tapi di saat punya keinginan sama dan kangen buat nanjak bersama muncul, kami pasti berjuang untuk tujuan itu, dan disaat salah satu sedang sibuk dengan rutinitas hari-harinya, kami berusaha mengerti, Cuma bilang “paham” (pasti sibuk kerja, kuliah, atau merajut masa depan)
Jadi jawabannya JELAS... kami “Paham” dan saling ngerti...
2. PENDAKI GUNUNG GAYANYA GEMBEL-GEMBEL
Mmmm... memang kelihatan begitu ya? Hehehhe... rata-rata emang iya, tapi ada juga yang nggak, kami terkadang memang nggak peduli dengan penampilan, yang penting pake baju dan celana, kulit kami terbiasa kedinginan dan terbakar sinar matahari, kami belajar beradaptasi dengan suhu dan lingkungan, sejauh mata memandang cuman ada panorama alam, nggak sempet bercermin ataupun sisiran.
Kata temen gue, kalo item ya item, kalo putih takut item ya mending nggak usah naik gunung. Kami terbiasa begitu, jadi nggak jarang kami terlihat kusam, kumal, sepulang mendaki. Bahkan kami terbiasa seperti itu, jadi nggak jarang kami terbiasa berpenampilan seperti itu di kota.
3. PENDAKI GUNUNG HOBYNYA NGABISIN UANG CUMA BUAT CAPEK JALAN-JALAN
Mmm.. memang kelihatan begitu ya? Mungkin disini gue bilang, kami beda! Ketika orang lain mendapatkan pekerjaan yang dia suka, lalu dapetin uang, pasti berpikir buat nongkrong bentar di karaoke, buat ngelepas penat dan pusing dari pekerjaaan kantor, atau nongkrong di resto, cafe yang kopi secangkirnya bisa dua puluh ribu. Akhir pekan dilewatkan dengan pasangan dan keluarga pergi ke MALL, nonton bioskop, ke taman hiburan, atau seharian di rumah nonton DVD.
Kami “beda” kami juga bekerja, kami juga hidup seperti orang biasa, tapi cara melepaskan lelah dan penat versi kami berbeda, kalo pekerja lain merasa santai jika udah berteriak-teriak di karaoke, minum kopi di tempat keren dan sofa empuk. Kami santai jika tidur di depan terminal atau stasiun sambil menunggu kereta atau ketinggalan kereta. Kami santai jika udah menggendong beban berat seperti kura-kura menuju terminal, stasiun, taupun pelabuhan.
Setiap manusia pasti butuh santai, dan cara menghabiskan uangnya pun berbeda beda, buat kami bukan sekedar buat jalan-jalan… tapi kata teman saya… “perjalanan rasa”
Jadi jawabannya “sama aja kaya yang lain”
4. PENDAKI GUNUNG SANGAR SANGAR YA?
waduh…. bener banget ini, tapi yang perlu kalian tau, di balik kesangaran pendaki gunung, kami orang yang sangat perasa… dan peduli… ngak percaya.. silakan test... sesangar sangarnya pendaki gunung pasti punya sisi perasa juga...
Jawabanya “iya”
5. PENDAKI GUNUNG KALO LAGI GALAU, PASTI NAIK GUNUNG?
Iya, dengan naik semua bisa lepas, kadang pendaki jarang curhat, mereka nggak sembarang ngumbar rasa kesel,kangen, marah, sedih, seneng, capek, karena dalam pendakian sudah terlatih menemukan karakter orang yang beda-beda… jadi semua rasa bercampur tapi ego harus di lebur ,supaya naik dan turun dalam keadaan lengkap. Nah, pendaki lebih suka ngasih kode dari pada berkoar-koar.
Kalo tiba- tiba ada sms naik yuk, bisa di pastikan dia galau dan butuh naik, tak jarang temannya sibuk, dan dia naik dan turun sediri.. galau.
Jawabanya “iya”
6. PENDAKI GUNUNG RATA-RATA PENGANGGURAN?
Ngak juga….. memang pendakian ada yang butuh waktu lama. Pendaki berlatar belakang berbagai profesi…. tapi… jika terlihat orang itu naik terus dan tidak bekerja ada kemungkinan dia anak orang kaya hehehe…. tapi ini yang paling jelas, rata-rata pendaki mengerjakan pekerjaan yang mereka suka seperti jual alat ourdoor, menyewakan alat pendakian, jadi pemandu, membuat trip, nah dari situ kami dapat uang sekaligus bisa nanjak….
Jawabannya “tidak benar”
7. PENDAKI GUNUNG GOMBAL GOMBAL?
Bukan jago gombaaaal… lebih tepatnya romantis kelas dewa, kami terbisa melihat panorama alam langsung dari mata, minum air dari sumbernya, mendengar suara serangga ataupun bintang jatuh tanpa di sengaja… gimana ngak romantis tis tis…
Jawabanya ” lebih tepatnya romantis”
8. PENDAKI GUNUNG PENDIDIKANNYA RENDAH?
Ah tidaaakkk….. meskipun suka kelayapan, tapi kami dari berbagai latar belakang pendidikan, kadang suka salah kaprah, di gunung semua sama rata tanpa pengecualian, gue pernah mengira seorang embak- embak paling tukang kelayapan, tapi dia dokter gigi,hehehe „,maap ya….
Kalian tau JOKOWI, SO HOK GIE, dan lain-lain?mereka juga suka naik gunung.
Jadi Jawabanya... ” Nggak Lah!!”
9. PENDAKI GUNUNG NYARI JODOHNYA ANAK GUNUNG JUGA?
Mmm.. yang namanya jodoh di tangan Tuhan, jadi belum tentu.. tapi kita bertemu di gunung pun atas izin Tuhan dan itu sudah berjodoh, jodohmu mencerminkan dirimu..
jadi rata-rata pendaki gunung suka cinlok, ngak menutup kemungkinan juga orang biasa, Tapi di saat orang biasa masuk kedalam hidup seorang pendaki, bersiap untuk mendapatkan dunia baru, “jadi pendaki”
Jawabanya, "Maybe"
10. PENDAKI GUNUNG PEMBUAL?
Salah!!!!! Mungkin kami memperbincangkan seorang yang baru belajar naik gunung, dia akan selalu memperbincangkan itu, dinginya surya kencana, besar nya angin di hutan mati, juga ada butiran es di atas tenda pagi hari di ranukumbolo.
Jika kamu memperbincangkan alam dengan sang penggiat….. ia lebih suka diam, membaca satu persatu lawan bicaranya, setiap kali ditanya sudah berapa kali naik, jawabanya ini yang pertama, tapi penampilannya sudah carut marut dengan alat yang seadanya, semakin banyak gunung yg ia daki, semakin susah ia membandingkannya, semakin tinggi ia berada, semakin meresa merendah dan menutup identitasnya…. itulah pendaki…. mereka biasa master….
Jawabanya, salah ! Kenali lawan bicara anda..
Overall...
Perspektif pendaki....
Tanpa disadari kesukaan kita sama gunung ternyata emang bisa dimulai sejak kecil. Mungkin karena berasal dari daerah yang dekat dengan gunung, ataupun mungkin penerus ayah yang juga pendaki gunung.
Tapi, bapak gue gak suka naik gunung, mungkin alasannya karena dibelakang rumah gue pemandangan yang menarik perhatian adalah gunung.
Sejak kecil, seringkali saat pelajaran menggambar gue menggambar pemandangan gunung dan sekitarnya seperti ladang-ladang sawah, pohon cemara dan juga jalan. Sepulang sekolah suka maen kemah-kemahan di belakang rumah, dan nggak disangka sekarang gue bisa berada di tempat seperti yang gue gambar dulu. Ya gue suka dengan alam. Pesona alam membuat gue selalu gembira dan senang saat melihatnya.
Bukankah kita nggak butuh alasan buat nglakuin hal yang kita sukai? Orang lain boleh menilai, tapi tetaplah kita yang menjalani.
Terserah perspektif kalian, karena tulisan ini cuma perspektif dari para pendaki gunung :)
Overall...
Perspektif pendaki....
Tanpa disadari kesukaan kita sama gunung ternyata emang bisa dimulai sejak kecil. Mungkin karena berasal dari daerah yang dekat dengan gunung, ataupun mungkin penerus ayah yang juga pendaki gunung.
Tapi, bapak gue gak suka naik gunung, mungkin alasannya karena dibelakang rumah gue pemandangan yang menarik perhatian adalah gunung.
Sejak kecil, seringkali saat pelajaran menggambar gue menggambar pemandangan gunung dan sekitarnya seperti ladang-ladang sawah, pohon cemara dan juga jalan. Sepulang sekolah suka maen kemah-kemahan di belakang rumah, dan nggak disangka sekarang gue bisa berada di tempat seperti yang gue gambar dulu. Ya gue suka dengan alam. Pesona alam membuat gue selalu gembira dan senang saat melihatnya.
Bukankah kita nggak butuh alasan buat nglakuin hal yang kita sukai? Orang lain boleh menilai, tapi tetaplah kita yang menjalani.
Terserah perspektif kalian, karena tulisan ini cuma perspektif dari para pendaki gunung :)
Keren mas
BalasHapusMakasih mas ho, hehe
BalasHapus