CANTIGI DAN EDELWEISS
Kala itu disebuah ketinggian, penuh warna yang indah tanpa alur cerita namun penuh makna bagi sang pohon, dialah pohon cantigi.
Cantigi : “hai edelweiss apakabar? Bagaimana hari ini siapkah menyambut pendaki datang menemui kita?”
Edelweis :“Baik cantigi, siap sekali aku sudah mempersiapkannya dengan baik, semua pesonaku akan aku keluarkan, semua keindahan dari diriku akan kuperlihatkan pada mereka. Kamu sendiri bagaimana??"
Cantigi : “Baik, wah beruntungnya jadi kamu, sudah indah, menawan, pandai memikat hati, dan abadi”
Menjelang petang, pendaki pun mulai summit menuju ke atas gunung, cantigi yang tak begitu menawan terlihat murung dengan kenampakannya yang amat sederhana dan biasa, ia hanya berdiri di lereng gunung berharap ada pendaki yang mau menyapanya seperti mereka menyapa edelweiss.
.....(bruk bruk bruk) terdengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat, dengan senyum simpul yang terlihat manis cantigi mulai menyapa pendaki, ia sapa para pendaki itu, ia riuhkan suara nya dengan bantuan angin.
Sesekali pendaki itu tersenyum kemudian duduk diakar cantigi. Cantigi merasa amat bahagia. Kemudian para pendaki itu ngobrol dibawah cantigi...
Pendaki 1 : “ini pohon apa ya?”
Pendaki 2 :“entah, ngak menarik kok, lebih menarik bunga edelweiss nanti pas kita hampir sampai dipuncak”
Pendaki 1 : “oh iya edelweiss, semoga ketika kita sampai diatas bunganya mekar ya, jadi gak sabar nih hehe.”
Seketika cantigi tersentak kemudian riuhnya keceriaan cantigi berubah jadi keheningan, bak pohon mati. Dengan tubuh para pendaki yang masih melepas lelah dan sakit di akarnya, cantigi tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk para pendaki itu, hembusan angin terselip diantara dedaunan cantigi, Yang kemudian ia lanjutkan ke tubuh para pendaki itu dengan penuh kesabaran.
Ia halangi sinar matahari yang ingin membakar tubuh para pendaki itu dengan daun-daunnya yang kecil tetapi tulus. Pendaki itu pun melanjutkan perjalanan menaiki lereng, dilereng tersebut cantigi sudah bersiap untuk membantu pendaki tersebut menaiki lereng terjal itu, dengan uluran akar yang kuat dan batang cantigi, para pendaki mulai bergegas naik, meski sakit yang dirasakan cantigi karena terinjak-injak, tetapi ia tetap dengan ikhlas akan membantu para pendaki tersebut sampai berada diatas.
Disetiap perjalanan para pendaki tetap hanya membicarakan edelweiss dan edelweis tanpa ada yang membicarakan cantigi.
Dan sampailah rombongan pendaki di camping ground. Disana para pendaki bingung mencari tempat yang nyaman untuk mendirikan tenda, aman dari badai dan angin malam. Cantigi pun mempersembahkan dirinya untuk disinggahi para pendaki tersebut.
Tendapun berdiri di samping cantigi. Dengan penuh tawa dan cerita para pendaki bercerita didalam tenda dibawah cantigi, lagi-lagi yang menjadi topik perbincangan ialah edelweiss.
Kemudian cantigi pun berbicara pada edelweiss
Cantigi: “Para pendaki itu hanya membicarakanmu tanpa ada yang membicarakanku”
Edelweis :” Tenanglah cantigi besok akan kubujuk para pendaki itu, lagian aku juga sudah tidak begitu memerlukan mereka"
Malampun hampir direnggut pagi, cantigi masih tetap setia menjaga pendaki tersebut agar badai yang menerpa malam tak begitu parah menerjang tendanya.
Akhirnya pagi pun tiba dan pendaki itu bangun, sambil menyalakan kompor untuk memasak, pendaki tersebut berkeliling dan pada akhirnya terlihatlah edelweiss dari kejauhan, tanpa berfikir panjang pendaki tersebut langsung menghampiri edelweiss, terlihat sekali raut wajah bahagia mereka ketika berada disisi edelweiss, edelweiss yang sudah nampak cantik dengan berdiam diri, kini ia mulai mempercantik lagi dengan menggerakkan tubuh dan memekarkan bunga keabadiannya.
Cantigi hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca sambil menatap keceriaan antara edelweiss dan pendaki tersebut.
Terselip kata didalam hati cantigi “Jelaslah mereka bahagia didekatnya, dia itu menarik, siapa yang tak kenal dengan isitilah ABADI pada edelweiss, siapa yang tak kenal edelweiss, beda sekali denganku, yang hanya pohon biasa, tak menarik, hanya sebagai pembantu para pendaki dan tempat luapan lelah mereka.
Cukuplah sampai disini,semoga kelak ia mau mengingatku dan menghargai ku”
Kemudian cantigi pun beranjak pindah dari tempat itu dengan perasaan yang amat lara, dan terpaksa. Ia pergi jauh dan berhenti di pinggiran tebing, sambil berkata “semoga ketika pendaki tersebut datang kembali kesini, ia akan mengingatku dan menghargaiku, bahwa aku masih berada disini".
Kasian si cantigi yang berhati cantik...
Kalian pernah mendengar pohon cantigi?atau jangan-jangan belum pernah...
Populasi pohon Cantigi sekarang masih bisa ditemukan di hampir semua gunung di Indonesia. Cantigi merupakan tumbuhan yang tahan terhadap asap belerang dan tanah kawah beracun. Tapi sayang banyak pendaki gunung yang nggak tahu dengan Cantigi.
Cantigi masih kalah dengan kepopuleran Edelweis yang di puja dan menjadi legenda bunga abadi di puncak gunung oleh kebanyakan para pendaki.
Pohon Cantigi ( Vaccinium Varingiaufolium ) memiliki beberapa julukan antara lain, seperti Manis Rejo (Jawa), Cantigi (Sunda), Delima Montak (Kaltim). Pohon yang cantik ini biasanya hidup atau mudah terlihat di vegetasi menjelang puncak atau di puncak gunung, sama dengan wilayah tumbuhnya Edelweis. Cantigi dominan tumbuh di hutan Sub Alpin. Juga ada yang hidup di pantai tetapi lebih terkenal Cantigi gunung.
Pohon Cantigi banyak memberikan bantuan terhadap pendaki, Akarnya yang kuat mencengkeram tanah dan tebing sering menjadi tumpuan atau pegangan pendaki ketika merangkak naik dan turun gunung. Pohon ini pulalah yang melindungi pendaki dari terjangan badai dan juga menyediakan lantai yang nyaman untuk bivak. Ia hasilkan buah dan pucuk daun yang bisa dimakan bagi pendaki yang tersesat. Cantigi memiliki daya tahan yang hebat, dapat tumbuh di tempat yang tinggi dimana sedikit tersedia akses makanan dan nutrisi. Sehebat apapun badai, Cantigi tak akan tumbang. Kuat mengadapi cuaca yang ekstrim dingin, dan menepis panas yang lekang.
Populasi Cantigi bisa dinikmati dengan indah saat bulan Juli - Agustus, karena pada bulan - bulan tersebut Cantigi akan berbunga, bunganya kecil berwarna ungu gelap, berbentuk lonceng dan berbau seperti almond. Kayunya sangat keras, daunnya agak tebal. Ketika muda ia bewarna kemerahan, kemudian akan berubah menjadi oranye, kekuningan dan akhirnya hijau. Saat bulan itu juga Cantigi akan berbuah, berbentuk seperti beri warna hitam. Buah dan daun muda Cantigi bisa dimakan untuk menambah stamina serta nutrisi bagi para pendaki dan juga berkhasiat sebagai obat demam dan penyegar badan.
Dengan besarnya manfaat yang diberikan, Cantigi. Para pendaki sebaiknya saling menjaga. Mari kita mulai palingkan wajah dan harapan baik ke Cantigi, rawat dan biarkan dia hidup di rumahnya. Bunga yang tumbuh indah di sela tebing terjal dan tingginya gunung. Cantigi sang pelindung para pendaki. Jangan lupa sapa sang cantigi kala bertemu.
Bahkan sang edelweiss mempunyai penjaga setia atas kecantikannya... "CANTIGI"
Overall, Di kehidupan nyata... Kita mungkin pernah jadi atau diperlakukan bagai cantigi, atau juga edelweis... dan tetaplah sesederhana dan secantik hati cantigi, juga hati se abadi Edelweiss...
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks ya udah mampir baca... share, like, dan komen juga boleh :)